Jika kau bisa memilih, tentu kau akan memilih memiliki keluarga yang bahagia selamanya. Lengkap kedua orang tuamu, ibu dan ayahmu, yang mendampingi sepanjang hidupmu. Senantiasa menemani saat-saat kecilmu, dan membimbingmu menemani masa depanmu. Tempat kau bisa pulang setiap saat, ketika hatimu resah atau jiwamu lelah menapaki kerasnya hidup ini.
Itu jika kau bisa memilih. Tapi kau tak bisa memilih nak..! Kau hanya bisa menerima. Itu bukan salahmu, karena setiap orang pun bisa mengalaminya. Jangan pula kau salahkan takdir. Takdir berbicara hanya kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Dan kita pantas, kau juga pantas.
Sekarang, sudah dewasa pula kau berumur. Cepat sekali waktu mempermainkan kita. Sudah tak sanggup lagi, ibu menggendongmu ataupun hanya sekedar memelukmu sekuat yang dulu. Layaknya tunas, kau telah tumbuh dengan akar menghujam dalam. Angin sepoi tak membuatmu terlena, angin badai pun tak membuatmu roboh serubuh-rubuhnya.
Kau tahu diri, kapan saat tersenyum, kapan saat tegar, dan kapan saat menangis. Oh..menangis bukan cengeng nak..! Menangis tidak selalu bermakna kesedihan. Itu adalah suara hati paling dalam, paling tulus dan paling sejati. Karena tak semua orang bisa menangis. Saat lahir saja manusia diharuskan menangis. Lalu, kenapa saat besar tak diperbolehkan menangis?
Betapa indahnya, bisa menatap tersenyum. Kau tak perlu datang setiap hari. Menatap fotomu dan membayangkan dirimu sudah cukup mengobati rindu ibumu. Sesekali datang, secepat itu pula kau pergi kembali. Tapi ibu tahu, kau punya kehidupanmu sendiri. Dan pastinya, kau sedang menuju masa depanmu.
Kemudian kau bekerja. Bekerja membuatmu makin dewasa. Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu melihat anaknya mandiri. Ibu tak pernah meminta banyak dari hasil jerihmu. Tiga ratus, empat, atau lima ratus ribu sudah cukup untuk ibumu. Tentu ini bukan urusan setali, tiga tali uang. Tapi seperti katamu, “aku ingin sedikit membantu beban ibu.” Terima kasih nak..!
Oiya, sekalipun kau sudah punya banyak kaya sendiri. Tetaplah hidup bersahaja. Hidup bersahaja bukan sederhana semata. Sederhana itu harus nak.. jangan kau boroskan hidupmu dengan kesia-siaan. Dan bersahaja itu, adalah mampu membawa diri dimana kita berada. Janganlah kesederhaan membuat susah hidupmu. Hadapilah dengan bersahaja, niscaya kau akan lapang hati dalam menjalani dunia yang makin gemerlap.
Kejarlah apa yang kau cita-citakan dalam hidupmu. Pergilah ke seluruh penjuru dunia jika itu mungkin, lalu lihat dan belajarlah dari sana. Bergaulah dengan beragam jenis orang, maka kau pun akan berhati dan berpikiran luas. Namun, sejauh-jauhnya kau melangkah, ingatlah darimana kau berasal. Dan seberat-beratnya kehidupan, serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Jangan sekali-kali kau tinggalkan agama sebagai pegangan hidupmu, jika kau ingin selamat.
Dan sebentar lagi, ibu tebak kau pun ingin menggenapkan setengah agamamu. Tidak. Ibu tidak sedih. Ibu bahagia. Melihat kau bisa bersanding dengan pilihan hidupmu. Kau keras, tapi lembut. Maka kau mungkin pantas mendapatkan seseorang yang yang lembut tapi keras. Ah, kenapa juga ibu mempersoalkan pasanganmu. Tentu kau lebih bisa melihat seseorang yang cocok untuk dirimu.
Sebentar, kau akan memilihnya sendiri bukan? Kau tidak akan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain untuk menentukan pasangan jiwamu bukan? Nak.. hidup kita adalah tanggung jawab. Kita sendiri yang akan merasakan, dan menanggung akibatnya, bukan orang lain. Sekarang di dunia, atau saat menghadap Sang Pangeran kelak.
Atau jangan-jangan kau tak berani memilih? Tidak perlu kau jadikan takdir sebagai penghalang. Kau menusia baik. Agamamu baik. Jauh lebih baik dari ibumu ini. Kau bisa menghargai manusia lain. Dan manusia yang bisa menghargai, adalah jodoh bagi semua orang.
Jangan melihat seseorang dari apa yang telihat. Apa yang indah, belum tentu indah pula perangainya. Banyak yang hanya siap bahagia, tapi tak siap guncangan mendera. Jelaskan jujur siapa dirimu. Lebih baik kau tertolak diawal, daripada kau merasakan sakit kemudian. Bukankah kau sangat membenci kebohongan dan pengkhianatan?
Ini bukan masalah usia, tapi kedewasaan. Dan sudah saatnya menurut ibu. Ah, lupakan. Kau lebih tahu. Tapi ingat, menunggu itu membosankan. Bukan soal 1, 2 tahun, atau 3 tahun. Dan jika itu kehendakmu, buatlah menunggu itu menyenangkan.
Ibu tak ingin merusak mimpi yang ingin kalian wujudkan kelak. Tapi, jika kau berkenan. Sempatkanlah ibu untuk menginap di rumahmu, ya.. rumahmu atau rumah kalian sendiri. Rumah adalah harga diri, kalian harus mewujudkannya. Tak perlu besar, megah atau lengkap. Dan sebentar saja, ibu tak ingin merepotkanmu. Ibu hanya ingin merasakan, bahwa anaknya telah jadi manusia seutuhnya.
Dan terakhir nak, menjaga itu lebih sulit daripada mendapatkan. Menjaga kesetiaan, lebih sulit daripada mendapatkannya. Menjaga apapun, selalu lebih sulit daripada mendapatkannya. Mungkin akan mudah kau dapatkan, tapi tak akan mudah kau bisa menjaganya. Jagalah, apa yang bisa kau jaga sebaik-baiknya. Jangan kau mainkan sesuatu hanya untuk kepentingan dirimu, karena hidup sendiri sudah permainan. Percayalah, siapa yang menebar benih, akan menuai sendiri hasilnya.
Sudah anakku, cukup semuanya. Dan ibu hanya bisa berdo’a untuk kesholehan, kesehatan dan kesuksesan dirimu. amin.
Itu jika kau bisa memilih. Tapi kau tak bisa memilih nak..! Kau hanya bisa menerima. Itu bukan salahmu, karena setiap orang pun bisa mengalaminya. Jangan pula kau salahkan takdir. Takdir berbicara hanya kepada orang-orang yang pantas menerimanya. Dan kita pantas, kau juga pantas.
Sekarang, sudah dewasa pula kau berumur. Cepat sekali waktu mempermainkan kita. Sudah tak sanggup lagi, ibu menggendongmu ataupun hanya sekedar memelukmu sekuat yang dulu. Layaknya tunas, kau telah tumbuh dengan akar menghujam dalam. Angin sepoi tak membuatmu terlena, angin badai pun tak membuatmu roboh serubuh-rubuhnya.
Kau tahu diri, kapan saat tersenyum, kapan saat tegar, dan kapan saat menangis. Oh..menangis bukan cengeng nak..! Menangis tidak selalu bermakna kesedihan. Itu adalah suara hati paling dalam, paling tulus dan paling sejati. Karena tak semua orang bisa menangis. Saat lahir saja manusia diharuskan menangis. Lalu, kenapa saat besar tak diperbolehkan menangis?
Betapa indahnya, bisa menatap tersenyum. Kau tak perlu datang setiap hari. Menatap fotomu dan membayangkan dirimu sudah cukup mengobati rindu ibumu. Sesekali datang, secepat itu pula kau pergi kembali. Tapi ibu tahu, kau punya kehidupanmu sendiri. Dan pastinya, kau sedang menuju masa depanmu.
Kemudian kau bekerja. Bekerja membuatmu makin dewasa. Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu melihat anaknya mandiri. Ibu tak pernah meminta banyak dari hasil jerihmu. Tiga ratus, empat, atau lima ratus ribu sudah cukup untuk ibumu. Tentu ini bukan urusan setali, tiga tali uang. Tapi seperti katamu, “aku ingin sedikit membantu beban ibu.” Terima kasih nak..!
Oiya, sekalipun kau sudah punya banyak kaya sendiri. Tetaplah hidup bersahaja. Hidup bersahaja bukan sederhana semata. Sederhana itu harus nak.. jangan kau boroskan hidupmu dengan kesia-siaan. Dan bersahaja itu, adalah mampu membawa diri dimana kita berada. Janganlah kesederhaan membuat susah hidupmu. Hadapilah dengan bersahaja, niscaya kau akan lapang hati dalam menjalani dunia yang makin gemerlap.
Kejarlah apa yang kau cita-citakan dalam hidupmu. Pergilah ke seluruh penjuru dunia jika itu mungkin, lalu lihat dan belajarlah dari sana. Bergaulah dengan beragam jenis orang, maka kau pun akan berhati dan berpikiran luas. Namun, sejauh-jauhnya kau melangkah, ingatlah darimana kau berasal. Dan seberat-beratnya kehidupan, serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Jangan sekali-kali kau tinggalkan agama sebagai pegangan hidupmu, jika kau ingin selamat.
Dan sebentar lagi, ibu tebak kau pun ingin menggenapkan setengah agamamu. Tidak. Ibu tidak sedih. Ibu bahagia. Melihat kau bisa bersanding dengan pilihan hidupmu. Kau keras, tapi lembut. Maka kau mungkin pantas mendapatkan seseorang yang yang lembut tapi keras. Ah, kenapa juga ibu mempersoalkan pasanganmu. Tentu kau lebih bisa melihat seseorang yang cocok untuk dirimu.
Sebentar, kau akan memilihnya sendiri bukan? Kau tidak akan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain untuk menentukan pasangan jiwamu bukan? Nak.. hidup kita adalah tanggung jawab. Kita sendiri yang akan merasakan, dan menanggung akibatnya, bukan orang lain. Sekarang di dunia, atau saat menghadap Sang Pangeran kelak.
Atau jangan-jangan kau tak berani memilih? Tidak perlu kau jadikan takdir sebagai penghalang. Kau menusia baik. Agamamu baik. Jauh lebih baik dari ibumu ini. Kau bisa menghargai manusia lain. Dan manusia yang bisa menghargai, adalah jodoh bagi semua orang.
Jangan melihat seseorang dari apa yang telihat. Apa yang indah, belum tentu indah pula perangainya. Banyak yang hanya siap bahagia, tapi tak siap guncangan mendera. Jelaskan jujur siapa dirimu. Lebih baik kau tertolak diawal, daripada kau merasakan sakit kemudian. Bukankah kau sangat membenci kebohongan dan pengkhianatan?
Ini bukan masalah usia, tapi kedewasaan. Dan sudah saatnya menurut ibu. Ah, lupakan. Kau lebih tahu. Tapi ingat, menunggu itu membosankan. Bukan soal 1, 2 tahun, atau 3 tahun. Dan jika itu kehendakmu, buatlah menunggu itu menyenangkan.
Ibu tak ingin merusak mimpi yang ingin kalian wujudkan kelak. Tapi, jika kau berkenan. Sempatkanlah ibu untuk menginap di rumahmu, ya.. rumahmu atau rumah kalian sendiri. Rumah adalah harga diri, kalian harus mewujudkannya. Tak perlu besar, megah atau lengkap. Dan sebentar saja, ibu tak ingin merepotkanmu. Ibu hanya ingin merasakan, bahwa anaknya telah jadi manusia seutuhnya.
Dan terakhir nak, menjaga itu lebih sulit daripada mendapatkan. Menjaga kesetiaan, lebih sulit daripada mendapatkannya. Menjaga apapun, selalu lebih sulit daripada mendapatkannya. Mungkin akan mudah kau dapatkan, tapi tak akan mudah kau bisa menjaganya. Jagalah, apa yang bisa kau jaga sebaik-baiknya. Jangan kau mainkan sesuatu hanya untuk kepentingan dirimu, karena hidup sendiri sudah permainan. Percayalah, siapa yang menebar benih, akan menuai sendiri hasilnya.
Sudah anakku, cukup semuanya. Dan ibu hanya bisa berdo’a untuk kesholehan, kesehatan dan kesuksesan dirimu. amin.